By
Lhia VanQuish ‘08’ UNM
“Hanya
seorang yang kritis yang mampu mengalami peningkatan dan pada akhirnya akan
melakukan suatu perubahan”
Waktu terus
bergulir ,pergerakan pemuda Indonesia yang dirintis oleh Sugondo, Djoko, Yamin,
Amir dan Djohan yang mewakili ( Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong
Celebes dll ) hanyalah pergerakan yang sia-sia, tak ada lagi kesadaran
berbangsa yang tertanam dalam jiwa pemuda Indonesia, kita hanya mampu
menampakkan idealisme yang telah terbeli oleh dogma-dogma negative berbangsa,
Sumpah Pemuda yang dianggap sebagaiideologi kesepakatan social, yang mampu
menyampaikan kesadaran akan kebersamaan dalam menyalakan roh ke
Indonesiaan yang beragam, kini telah
berada di ujung tombak. Buah kemerdekaan yang telah di perjuangkan dengan
pengorbanan air mata, keringat, bahkan darah sekalipun, hanyalah sebuah cerita
lalu. Pemuda adalah tonggak bagi Bumi Pertiwi yang memiliki daya kritik tegas,
semangat yang mampu meleburkan diskriminatif dan dekadensi, tapi perlu kita
ingat bahwa potensi takkan pernah bergerak melainkan di gerakkan, sehingga
potensi mampu di mamfaatkan. Sumpah Pemuda 28 Oct 1928, 80 tahun silam, para
pemuda dalam Kongres Pemuda II berani menyatakan suatu tekad dalam komitmen
Sumpah Pemuda dengan satu kesadaran penuh yaitu :
“
Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
Berbangsa
satu , Bangsa Indonesia
Berbahasa
satu, bahasa Indonesia “
Sumpah Pemuda
bukan hanya milik kaum muda, tetapi ia merupakan hasil perjuangan bangsa
Indonesia secara keseluruhan, ia merupakan titik perjuangan nasional yang mau
tidak mau harus terjadi, sumpah pemuda merupakan syarat berhasilnya perjuangan
besar bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang kita banggakan. Ketika kita
mencoba berfikir bijak, apakah kita ingin menginjak-injak buah kemerdekaan yang
telah kita raih ? tentunya tidak . . . ! kita harus bersama-sama merangkul
tangan, haruskah kita selalu berada dalam hegemoni global yang terlalu elitis ?
seharusnya kita bisa memposisikan diri kita sebagai kawula muda, kuncinya
adalah kita harus faham akan situasi baik itu ekonomi, politik. Social, hukum
terlebih lagi agama dan budaya. Kita harus mampu berdiri dan menjawab realitas
bangsa, bukan Cuma tunduk dengan situasi, DIAM TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN !.
Seorang pemuda di tuntut untuk menjadi mediasi rakyat, bagaimana kita bisa
memediasi rakyat, jika diri kita sendiri tak mampu kita mediasi, jangan sampai kita
terimitasi dengan pemikiran-pemikiran liberal yang nantinya meruntuhkan rasa
tanggung jawab kita sebagai pemuda Indonesia.
“Hanya orang-orang petarunglah yang dapat
bertahan menjalani sebuah proses bukan orang yang berasal dari hasil sublimasi ketakutan”
No comments:
Post a Comment