Tuesday, July 24, 2012

SEBUAH RENUNGAN BAGI GENERASI MUDA


By Lhia VanQuish ‘08’ UNM

“Hanya seorang yang kritis yang mampu mengalami peningkatan dan pada akhirnya akan melakukan suatu perubahan”

Waktu terus bergulir ,pergerakan pemuda Indonesia yang dirintis oleh Sugondo, Djoko, Yamin, Amir dan Djohan yang mewakili ( Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Celebes dll ) hanyalah pergerakan yang sia-sia, tak ada lagi kesadaran berbangsa yang tertanam dalam jiwa pemuda Indonesia, kita hanya mampu menampakkan idealisme yang telah terbeli oleh dogma-dogma negative berbangsa, Sumpah Pemuda yang dianggap sebagaiideologi kesepakatan social, yang mampu menyampaikan kesadaran akan kebersamaan dalam menyalakan roh ke Indonesiaan  yang beragam, kini telah berada di ujung tombak. Buah kemerdekaan yang telah di perjuangkan dengan pengorbanan air mata, keringat, bahkan darah sekalipun, hanyalah sebuah cerita lalu. Pemuda adalah tonggak bagi Bumi Pertiwi yang memiliki daya kritik tegas, semangat yang mampu meleburkan diskriminatif dan dekadensi, tapi perlu kita ingat bahwa potensi takkan pernah bergerak melainkan di gerakkan, sehingga potensi mampu di mamfaatkan. Sumpah Pemuda 28 Oct 1928, 80 tahun silam, para pemuda dalam Kongres Pemuda II berani menyatakan suatu tekad dalam komitmen Sumpah Pemuda dengan satu kesadaran penuh yaitu :

“ Bertumpah darah satu, tanah air Indonesia
Berbangsa satu , Bangsa Indonesia
Berbahasa satu, bahasa Indonesia “

Sumpah Pemuda bukan hanya milik kaum muda, tetapi ia merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia secara keseluruhan, ia merupakan titik perjuangan nasional yang mau tidak mau harus terjadi, sumpah pemuda merupakan syarat berhasilnya perjuangan besar bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang kita banggakan. Ketika kita mencoba berfikir bijak, apakah kita ingin menginjak-injak buah kemerdekaan yang telah kita raih ? tentunya tidak . . . ! kita harus bersama-sama merangkul tangan, haruskah kita selalu berada dalam hegemoni global yang terlalu elitis ? seharusnya kita bisa memposisikan diri kita sebagai kawula muda, kuncinya adalah kita harus faham akan situasi baik itu ekonomi, politik. Social, hukum terlebih lagi agama dan budaya. Kita harus mampu berdiri dan menjawab realitas bangsa, bukan Cuma tunduk dengan situasi, DIAM TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN !. Seorang pemuda di tuntut untuk menjadi mediasi rakyat, bagaimana kita bisa memediasi rakyat, jika diri kita sendiri tak mampu kita mediasi, jangan sampai kita terimitasi dengan pemikiran-pemikiran liberal yang nantinya meruntuhkan rasa tanggung jawab kita sebagai pemuda Indonesia.

Hanya orang-orang petarunglah yang dapat bertahan menjalani sebuah proses bukan orang yang berasal dari hasil sublimasi ketakutan”

GERAKAN MAHASISWA POLMAN HARI INI



BY Lhia VanQuish ‘08’ UNM/Nurliahvanquish@yahoo.co.id
Jika hatimu tersenyum bangga
Melihat Bumi Mandar, maka kau adalah
Saudara kami . . . !
  Apa yang mesti kita lakukan ?
Orang kuat adalah mereka yang berani mengayuh sampannya di tengah besarnya gelombang badai, bukan mereka yang duduk di tepi pantai dan menunggu sampai gelombang laut surut.“
            Orang yang bijak dalam menjalani hidup adalah mereka yang senantiasa melihat permasalahan kemudian berfikir dan berani bertindak untuk menyelesaikan masalah (kritis) bukan justru melihat masalah dan bersikap seolah-olah tak tahu masalah bahkan lari meninggalkan masalah (apatis). Begitulah mungkin gambaran kecil tentang bagaimana keadaan gerakan mahasiswa Polman hari ini, yang seharusnya menjadi tonggak bagi Bumi Mandar, namun nyatanya tak sejalan dengan apa yang seharusnya. Mestinya kita bisa berbuat yang terbaik dan menjadi pelaku-pelaku yang mampu menyelesaikan masalah-masalah Daerah yang terjadi saat ini. Bukan justru berlari mundur, bahkan tidak sedikit dari kita menjadi pelaku kesalahan dan bahkan menjadi korban.
            Kita harus bangkit dengan kesadaran penuh, bahwa kita adalah pembawa perubahan ( Agent of Change ), social conrol dan sebagai pelindung moral ( Moral Force ) bagi Daerah Mandar, namun fakta yang ada, sama sekali tak ada sedikitpun pergerakan yang terjadi. Semuanya hanya sebatas teriakan-teriakan di bibir saja, mestinya kita mampu berjalan kedepan membangun potensi Daerah. Hari ini kita masih berada pada posisi sulit, karena di hadapkan dengan aneka masalah pergerakan mahasiswa Polman yang hanya bisa bungkam. Menginventerisasi masalah sudah sangat sulit akibat terlampau banyaknya permasalahan saat ini, namun tidak berarti kita pasrah saja, karena selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah, dengan kata kunci “ rela berkorban “ . kita harus berani meninggalkan budaya-budaya konsumtif yang selama ini telah menghegemoni fikiran kita. Seakan-akan kita ingin menunjukkan bahwa kita juga dapat mengikuti berbagai atribut yang sedang “ in “, padahal tanpa kita sadari mode itu akan selalu berubah, sehingga kita juga tak pernah meras puas dengan apa yang dimiliki, alhasil muncullah perilaku konsumtif yang tak sedikit harus mengambil biaya yang sangat tinggi, bahakan berani menjual nama Kuliah untuk memuaskan bathin, itu karenakan karena kita terlalu ingin diakui keeksistensian kita oleh public, dengan berusaha menjadi bagian dari public tersebut.
            Sebagai tonggak Bumi Mandar, kita harus tetap bergerak, memang benar bahwa Mahasiswa tugasnya adalah belajar, itu adalah hal yang benar dan tak ada seorangpun yang membantahnya, tapi ketika di tanyakan kembali, apa yang harus kita lakukan ? apakah kita hanya bisa diam menunggu nasib mujur kita untuk di terima bekerja dan akhirnya kita hidup cukup, lalu menjadi tua kemudian mati ? hidup tak sesederhana itu kawan . . . !!! kita harus bangun menatap kedepan, seharusnya kita mampu bertengger di Daerah, kenapa mesti kita yang menjadi terasing di Daerah sendiri, sangat ironis memang. Tidakkah kita adalah seorang Mahasiswa  yang mampu dengan segala aspek, harusnya kita malu memakai atribut Mahasiswa, jika bisa hanya diam. Andai semua Mahasiswa Polman, paham akan jati dirinya. Saya pikir Bumi Mandar akan punya sejuta potensi untuk dikembangkan, kita jangan mau menjadi Mahasiswa yang hanya ingin meminta pamrih dari pemerintahan, yang begitu mudah dimainkan oleh penguasa. Kita harus berdiri sebagai oposisi sejati di tengah-tengah komunitas yang oportunis dan hipokrit.
            SAUDARAKU . . . ! ingatlah hakikat manusia bukanlah pada fisiknya, tapi ada pada bagaimana manusia itu mampu memfungsikan akalnya positif, Mahasiswa memang bukanlah manusia super yang punya kekuatan lebih, tapi setidaknya kita punya niat suci untuk melakukan perubahan untuk diri, keluarga, masyarakat dan daerah tempat kita berpijak, kita harus mampu berjalan diatas kebenaran dan komitmen.

           

Maniak Penghargaan


By Lhia VanQuish ‘08’ UNM

“Apakah bangsa ini
Ingin di pimpin oleh para dajjal pemerintahan
Seharusnya mereka berseteru
Dengan toleransi, empati dan dialog
Bukan dengan perspektif apatis”

             Lasimnya kita dengar istilah politik yang di anekdotkan dalam  humor anak bangsa, begitulah perpolitikan dalam fenomena saat ini. Begitu banyak kalangan yang mencari peruntungan di dunia politik, namun yang sangat menggelitik, tanpa usaha yang berarti, cukup dengan beroknum dengan para dengan koalisi, mereka bisa dengan mudah duduk di kursi parlement. Mereka merasa bangga menjadi komunitas politik, tanpa tahu wewenang dan tanggung jawab apa yang harus di embat, sepertinya menjadi aktor politik adalah tren yang paling marak saat ini. Mereka beribawah dengan sebutan oknum-oknum politik bangsa yang menjadikan dunia perpolitikan sebagai lahan basah, sehingga bukan hal yang ironis lagi, jika banyak praktisi-praktisi politik mengeluarkan stekmen yang aneh dan lucu.
Mereka berani berbicara di fodium-fodium dengan retorika hasil cetakan dari para pakar ternama, jika memangnya mereka adalah para pelaku politik, lalu… mengapa mereka takut untuk berpendapat dengan bahasanya sendiri ? mengapa mereka tidak menulis dengan pemikirannya sendiri ?atau apakah mereka malu, karena mereka memang tak mampu tuk bicara politik ? layaknya mereka di gelari dengan gelaran para pemburu maniak penghargaan, pemburu sapaan yang begitu gila dengan gelar, jika tak di panggil dengan “Prof, maestro, dr, ir dll”. Tapi lucunya juga lagi, rakyat bukanlah orang-orang bodoh yang selalu ingin di tindas dengan berbagai bentuk politik, mereka pikir siapapun yang ada di bawah mereka adalah patung-patung maniak yang bisa di sewenang-wenangkan. Asal tahu saja rakyat tak ada yang peduli dengan gelar apapun yang di sandang para pelaku bangsa ini. Mereka tak selayaknya di juluki para pelaku politik, namun cocoknya adaah para tikus sangat kotor dan menjijikan.

Translate